Ramalan tentang akan datangnya Nabi Muhammad Shallalllahu ‘Alaihi Wasallam



Nuzulul Qur'an dalam Kitab-Kitab Suci Terdahulu

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Qs. Al-Alaq 1-5).

Jika dikritisi secara jujur, sebenarnya wahyu Allah yang diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad adalah surat Al-‘Alaq 1-5 yang diawali dengan perintah “iqra” (bacalah). Karena Rasulullah itu ummi (buta huruf), maka beliau menjawab, “ma ana bi qari” (aku tidak bisa membaca).

Wahyu pertama di gua Hira ini telah diramalkan jauh sebelumnya dalam kitab-kitab suci terdahulu.

“Dan apabila kitab itu diberikan kepada seorang yang tidak dapat membaca dengan mengatakan: “Baiklah baca ini,” maka ia akan menjawab: “Aku tidak dapat membaca” (Yesaya 29: 12).

Ramalan tentang “seorang yang tidak dapat membaca” pada ayat tersebut sangat tepat bila ditujukan kepada Nabi Muhammad, karena beliau adalah nabi yang ummi (tidak bisa membaca). Allah menegaskan dalam Al-Qur`an: “Katakanlah: Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan yang mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” (Qs. Al-A’raf 158).

Sinyalemen kitab Yesaya itu tidak bisa dipenuhi oleh Yesus, karena dalam Injil diceritakan bahwa Yesus bisa membaca, “Yesus datang ke Nazaret tempat ia dibesarkan, dan menurut kebiasaannya pada hari Sabat ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab” (Injil Lukas 4:16).

Wahyu Allah pertama sampai terakhir yang disampaikan kepada Rasulullah itu telah dibukukan dalam sebuah mushaf Al-Qur‘an. Penataletakan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri tidak berdasarkan urutan turunnya wahyu. Wahyu pertama tidak menempati halaman pertama Al-Qur‘an, karena halaman pertama Al-Qur’an adalah surat Al-Fatihah. Demikian pula wahyu terakhir Al-Qur’an tidak menempati halaman terakhir Al-Qur‘an. Karena halaman terakhir Al-Qur’an adalah surat An-Nas. Penataletakan wahyu Allah yang turun berangsur-angsur ini sesuai dengan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini pun sesuai dengan ramalan kitab suci terdahulu:

“Sebab harus ini harus itu, mesti begini mesti begitu, tambah ini, tambah itu!” Sungguh, oleh orang-orang yang berlogat ganjil dan oleh orang-orang yang berbahasa asing akan berbicara kepada bangsa ini” (Yesaya 28: 10-11).

Kalimat “mesti begini mesti begitu, tambah ini, tambah itu” pada ayat di atas menunjukkan bahwa ayat-ayat Al-Qur`an diturunkan secara berangsur-angsur dan tata letaknya diatur pula oleh Allah.

“Berlogat ganjil,” maksudnya berlogat (berbahasa) asing, yaitu selain bahasa Aram atau Ibrani, karena bahasa yang tak asing dalam kitab-kitab terdahulu adalah bahasa Ibrani atau Aram, sebab nabi-nabi sebelum Muhammad berasal dari kalangan Bani Israel yang berbahasa Ibrani atau Aram.

Bahasa Al-Qur’an benar-benar berlogat ganjil bagi bani Israel. Bahkan bagi bangsa Arab sendiri, ketika Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad, orang-orang kafir menuduh Al-Qur’an sebagai bahasa Ajam (asing).

“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: Sesungguhnya Al-Qur`an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedang Al-Qur`an adalah dalam bahasa Arab yang terang” (Qs. An-Nahl 103).

“Orang-orang yang berbahasa asing akan berbicara kepada bangsa ini” maksudnya bahasa asing (berlogat ganjil) yaitu bahasa Arab akan dipakai oleh seluruh bangsa asing (non Arab). Terbukti, umat Muslim seluruh dunia memakai satu bahasa yaitu bahasa Arab dalam berdoa dan beribadah kepada Allah, ketika syahadat, shalat, haji, membaca kitab suci Al-Qur’an dan mengucapkan salam kepada sesama Muslim.

Bahasa Arab sebagai persatuan umat Muslim sedunia ini pun telah diramalkan dalam kitab suci terdahulu: “Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama Tuhan, beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu” (Zefanya 3: 9).

Demikian hebatnya Al-Qur‘anul Karim, sehingga para nabi sebelum Muhammad Shallalllahu ‘Alaihi Wasallam telah mengenalnya melalui nubuatan atau ramalan dalam kitab-kitab suci terdahulu. Pengenalan para nabi terdahulu terhadap Al-Qur’an itu sejalan dengan pengenalan mereka terhadap sosok Nabi Muhammad Shallalllahu ‘Alaihi Wasallam, sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui” (Qs. Al-Baqarah 146).

Comments

Popular posts from this blog

▬▬▬▬▬▬▫️•◇✿◇•▫️▬▬▬▬▬▬*🍃KAEDAH MENEGUR KESALAHAN🍃*▬▬▬▬▬▬▫️•◇✿◇•▫️▬▬▬▬▬▬

Akar Terorisme

Kitab Suci